Oleh : Lalu Jamiri.
Wahai saudaraku, hari ini adalah Jum’at, penghulu dari segala hari. Hari yang Allah muliakan, hari di mana pintu langit dibuka, doa-doa diangkat, dan ampunan diturunkan. Namun, lihatlah dirimu… sudahkah engkau memuliakannya sebagaimana mestinya? Ataukah engkau masih lalai, sibuk dengan dunia yang fana?
Bayangkanlah… panggilan adzan Jum’at berkumandang, malaikat mencatat siapa saja yang melangkahkan kaki menuju masjid. Mereka menulis satu demi satu nama hamba yang datang lebih awal, mereka menulis pahala seakan-akan sedang mempersembahkan kurban terbaik. Lalu namamu… adakah tercatat di antara mereka? Ataukah engkau masih duduk di warung, masih sibuk di pasar, masih tidur di ranjang, seolah panggilan Allah bukan untukmu?
Tidakkah engkau takut dengan sabda Nabi ﷺ: “Barang siapa meninggalkan tiga kali shalat Jum’at karena meremehkannya, Allah akan menutup hatinya.” Hati yang tertutup, saudaraku, adalah hati yang gelap. Tidak lagi terasa nikmat saat membaca Al-Qur’an, tidak lagi bergetar ketika mendengar nama Allah, tidak lagi menangis saat mendengar tentang neraka. Bukankah itu hukuman yang lebih pedih daripada miskin dan sakit?
Bayangkanlah kelak, di hari kiamat, saat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar. Ada orang-orang yang wajahnya bercahaya karena mereka menjaga shalat Jum’at, datang dengan hati yang bersih, dan duduk dengan penuh khusyuk mendengarkan khutbah. Namun ada pula orang-orang yang wajahnya hitam, tertunduk malu, menyesal karena meremehkan panggilan Rabbul ‘Alamin. Di manakah engkau ingin berdiri pada hari itu?
Wahai saudaraku, betapa sering kita sibuk mengejar rezeki, namun lupa pada Pemberi rezeki. Betapa sering kita sibuk dengan urusan dunia, namun lalai dari urusan akhirat yang pasti. Kita tertawa di hadapan manusia, tetapi lupa menangis di hadapan Allah. Bukankah hati ini terlalu keras? Bukankah jiwa ini sudah terlalu jauh tersesat?
Hari Jum’at adalah kesempatan. Di dalamnya ada satu waktu mustajab, doa hamba tidak akan ditolak. Apakah engkau ingin melewatkannya? Apakah engkau rela membiarkan waktu itu hilang tanpa engkau angkat tanganmu, tanpa engkau basahi lidahmu dengan istighfar, tanpa engkau teteskan air mata penyesalan?
Saudaraku, menangislah sebelum terlambat. Menangislah sebelum pintu taubat tertutup. Menangislah sebelum hatimu dibutakan oleh dosa. Jangan tunggu ajal menjemput, ketika lidahmu terkunci dan istighfar tidak lagi bisa terucap.
Hari Jum’at datang setiap pekan untuk menyelamatkanmu. Ia datang sebagai pengingat, sebagai cahaya, sebagai kesempatan memperbaiki diri. Maka, genggam lah hari ini erat-erat. Jangan biarkan ia berlalu tanpa engkau bertaubat, tanpa engkau memohon ampun, tanpa engkau kembali kepada Allah dengan hati yang hancur penuh penyesalan.
Wahai saudaraku, istighfar lah, ucapkan dengan air mata, bukan hanya dengan lisan. Rasakan dosa-dosa mu mengalir bersama butir-butir tangisanmu. Katakan dalam hatimu: “Ya Allah, aku kembali. Ya Allah, aku hamba-Mu yang penuh dosa. Ampunilah aku sebelum terlambat.”
Semoga Jum’at ini menjadi saksi bahwa engkau kembali kepada-Nya. Semoga Jum’at ini menjadi awal baru dalam hidupmu, hari di mana hatimu lembut, air matamu jatuh, dan jalan taubatmu terbuka lebar. (RN).