DurasiNTB

Lugas & Fakta

Iklan

terkini

REFLEKSI ZAMAN BUBRAH: MENEMUKAN MAKNA DALAM PUSARAN DEKONSTRUKSI BESAR.

Monday, September 1, 2025, September 01, 2025 WIB Last Updated 2025-09-02T02:18:19Z
Oleh : Ustadz Hamidi.

Di ufuk yang keruh kita melihat bayang-bayang sejarah,peradaban yang lama retak, dan yang baru masih dalam rahim pertempuran. Benturan yang pernah digagas para pemikir bukan lagi sekadar teori, ia kini menjelma riak, gelombang, bahkan badai yang mengetuk pintu kampung, kota, dan jiwa kita.


Transisi ini adalah jalan yang tak bisa dielakkan, jalan penuh batu, darah, dan kebingungan, namun juga jalan menuju lahirnya tatanan yang lain - ebih mandiri, lebih berdaulat, lebih jernih.


Maka, janganlah kita terjebak dalam ngeri dan takut semata. Setiap goro-goro adalah panggilan, setiap kekacauan adalah tanda, bahwa dunia lama sedang menua dan dunia baru sedang berjuang menemukan bentuknya.


Kita hanya bisa memilih, apakah akan tenggelam dalam pusaran kebencian, atau berdiri tegak dengan solidaritas dan iman, menjadi saksi sekaligus pelaku dalam kelahiran ini.


Sebab sejarah tidak menunggu yang ragu. Ia hanya melahirkan mereka yang berani menimpa harapan di tengah reruntuhan, menyalakan mercusuar di tengah benturan, dan menjaga nurani agar tetap hidup sampai fajar peradaban baru benar-benar tiba.


Inilah fajar yang lahir dari gelap. Bukan yang lembut dan berembun, tetapi yang menyala-nyala, dipantik oleh benturan-benturan besar yang bergema di langit-langit dunia.


Kita telah melangkah ke medan tempur yang tak terlihat, di mana lempeng-lempeng peradaban bergesek, bergemuruh, saling menegaskan takdirnya. Ini adalah konsekuensi yang tak terelakkan—getarannya meruntuhkan menara gading para oligarki, mengoyak kain tua persekutuan, dan menyulut api kekacauan di jalanan.


Kita adalah generasi yang terjaga di tengah kelahiran yang sulit, menyaksikan kata menjadi senjata, narasi jadi ranjau, dan ruang publik kita menjadi cermin retak dari perang dingin para elit. Ini adalah fase di mana yang lama enggan mati, dan yang baru belum sepenuhnya lahir—sebuah zaman bubrah yang menyakitkan, purifikasi yang tak bisa ditolak.


Maka, teguhkan hati. Hadapi angin perubahan yang menerpa, yang berbau asap dan hancur. Ini bukan akhir. Ini adalah goro-goro—proses dekonstruksi wajib menuju kala suba. Sebuah bangsa yang berdaulat harus melalui malam panjangnya sendiri, merasakan pedihnya luka, sebelum akhirnya layar emas terbentang dan kapal besar kita berlayar menuju porosnya yang sejati.


Kita adalah saksi sekaligus pelaku yang harus memilih, tenggelam dalam euforia chaos atau berjaga-jaga dengan kesadaran yang terang, menjadi gema yang tak bermakna atau suara yang merdu dan kritis.


Masa transisi adalah ujian terbesar bagi jiwa sebuah bangsa. Dan sejarah sedang mencatat: apakah kita akan hancur menjadi debu, ataukah menjelma menjadi intan?

"Maha Besar Yang Maha Tahu atas Jalan yang Benar".


Note : Penulis Saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua II BAZNAS Kabupaten Lombok Timur dan Wakil Ketua Lembaga Kajian Makmur Mendunia Center (MMC) Kabupaten Lombok Timur.

🌐 IPCE/IKEP 02/09/2025.



Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • REFLEKSI ZAMAN BUBRAH: MENEMUKAN MAKNA DALAM PUSARAN DEKONSTRUKSI BESAR.

No comments:

Post a Comment

Terkini