![]() |
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto Dalam Apel Bersama Di Medan. (Rabu,25/6/2025). |
Medan — Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melakukan redistribusi besar-besaran terhadap warga binaan ke Lapas Super Maximum dan Maximum Security di Nusakambangan. Langkah ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah untuk memberantas peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan.
“Hampir 1.000 warga binaan dari berbagai wilayah Indonesia telah kami pindahkan ke Nusakambangan. Tujuan utamanya adalah memutus peredaran narkoba di dalam Lapas dan Rutan. Zero narkoba adalah harga mati,” ujar Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, Rabu (25/6).
Agus menjelaskan bahwa pemindahan dilakukan berdasarkan hasil penyidikan, penyelidikan, dan asesmen terhadap warga binaan berisiko tinggi (high risk). Terbaru, sebanyak 98 warga binaan high risk dari Jakarta dan Jawa Barat dipindahkan pada 15 Juni 2025.
Menurutnya, pemindahan ini bukan hanya soal relokasi fisik, tetapi juga menyelamatkan warga binaan lainnya dari pengaruh negatif serta mencegah pelanggaran berulang dari warga binaan yang telah dikategorikan high risk.
“Langkah ini juga untuk menjaga integritas sistem pemasyarakatan dan mendukung proses pembinaan yang lebih efektif,” tambah Agus.
Selain untuk memberantas narkoba, redistribusi warga binaan juga bertujuan mengurangi tingkat kelebihan kapasitas (overcrowding) yang terjadi di sejumlah Lapas dan Rutan. Agus menyebut, rata-rata kapasitas nasional mengalami kelebihan hingga 100 persen, bahkan di beberapa lokasi bisa mencapai lebih dari itu. Salah satu contohnya adalah Lapas Bagansiapiapi yang mengalami over kapasitas hingga 1.000 persen.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengatasi overcrowding, di antaranya redistribusi warga binaan, pemberian hak bersyarat seperti remisi, pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), dan pembangunan lapas baru. Agus juga menekankan pentingnya penerapan pidana non-pemenjaraan sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, seperti pidana kerja sosial dan pengawasan.
“Kami siap mendukung implementasi pidana alternatif, seperti yang sudah berhasil diterapkan dalam kasus anak. Dengan rekomendasi diversi dan putusan non-penjara dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas, tingkat hunian anak di pemasyarakatan turun hingga sekitar 250 persen,” ungkapnya.
Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menunjukkan, setelah penerapan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, jumlah anak di Lapas dan Rutan turun dari sekitar 7.000 menjadi sekitar 2.000 anak.
Agus juga mendorong optimalisasi putusan rehabilitasi bagi pecandu dan penyalahguna narkoba serta penerapan keadilan restoratif (restorative justice) terutama untuk kasus-kasus ringan, guna mengurangi tekanan terhadap kapasitas Lapas dan Rutan serta tetap menjaga rasa keadilan masyarakat. (*)
No comments:
Post a Comment